Sabtu, 09 November 2019

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN



Pokok Bahasan :
1.                  Aspek Hukum Dalam Industri Jasa Konstruksi Di Indonesia
2.                  Kontrak Fidic
3.                  Klaim Kontrak
4.                  Dispute (Sengketa)

Definisi Bahasan :
1.                Aspek Hukum Dalam Industri Jasa Konstruksi Di Indonesia
            Industri jasa konstruksi adalah industri yang mencakup semua pihak yang terkait dengan proses konstruksi, termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi dan juga para pemasok yang bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam industry.
Jasa konstruksi adalah jasa yang menghasilkan prasarana dan sarana fisik. Jasa tersebut meliputi kegiatan studi, penyusunan rencana teknis/rancang bangun, pelaksanaan dan pengawasan serta pemeliharaannya. Prasarana dan sarana fisik merupakan landasan pertumbuhan sektor-sektor dalam pembangunan nasional, termasuk di sektor pertambangan, serta jasa konstruksi berperan pula sebagai penyedia lapangan kerja, maka jasa konstruksi penting dalam pembangunan nasional.
Untuk melakukan kegiatan proyek atau dan manufaktur di bidang konstruksi di Indonesia dikenal badan hukum atau badan usaha dalam bentuk perseroan Terbatas (PT), firma, dan CV. Firma adalah badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan nama bersama. Perseroan Komanditer (CV) adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan. Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan hak, serta ke1ajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak serta ke1ajiban para pendiri maupun para pemilik.

2.                  Kontrak Fidic



Hasil gambar untuk kontrak fidicThe International Federation of Consulting Engineers, lebih dikenal sebagai FIDIC, dibentuk pada 1913, di Belgia. Hari ini, FIDIC adalah badan perwakilan internasional terbesar global yang terbentuk dari asosiasi nasional insinyur konsultasi, yang berasal dari lebih dari 100 negara di seluruh dunia.  Semua Kontrak FIDIC memiliki fitur umum tertentu dan mengakui perlunya pendekatan yang seimbang antara peran dan tanggung jawab pihak yang terlibat, serta alokasi seimbang dan manajemen risiko. Semua dari mereka terdiri dari Syarat Umum Kontrak yang (“GCC”), yang dianggap cocok dalam semua kasus, dan Ketentuan khusus Kontrak (“PCC”), di mana para pihak dapat menentukan isu-isu spesifik proyek atas dasar kasus per kasus.
Semua Kontrak FIDIC juga termasuk aturan untuk adaptasi jumlah kontrak yang telah disepakati dan aturan untuk perpanjangan waktu untuk penyelesaian dan variasi prosedur.
 kebanyakan bentuk FIDIC menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa multi-tier. Tergantung pada jenis kontrak FIDIC, metode yang paling umum-digunakan untuk penyelesaian sengketa adalah empat langkah: pertama, keputusan Direksi Pekerjaan, yang agen Majikan mengelola proyek konstruksi; kedua, keputusan Direksi Pekerjaan dapat direvisi oleh Dewan Sengketa Ajudikasi (“COLEK”), yang merupakan panel independen ahli satu atau tiga konstruksi yang mengeluarkan keputusan mereka; ketiga, pihak harus berusaha penyelesaian damai sengketa mereka; dan, akhirnya, obat terakhir adalah untuk sengketa untuk diselesaikan dengan mengikat arbitrase atau pengadilan nasional, tergantung pada kesepakatan para pihak dalam Kondisi khusus Kontrak.


3.                  Klaim Kontrak

Klaim konstruksi adalah  permohonan atau tuntutan yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan jasa konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa atau antara penyedia jasa utama dengan sub – penyedia jasa atau pemasok bahan atau antara pihak luar dengan pengguna jasa / penyedia jasa yang bisaanya mengenai permintaan tambahan waktu, biaya atau kompensasi lain.
   Menurut Robert D Gilbreath, unsur-unsur klaim konstruksi tersebut adalah:
·         Tambahan upah, material, peralatan, pengawasan, administrasi, overhead dan waktu.
·          Pengulangan pekerjaan (bongkar/pasang).
·         Penurunan prestasi kerja.
·          Pengaruh iklim.
·         Mobilisasi dan Re-mobilisasi. Salah penempatan peralatan.
·         Penumpukan bahan.
·         Efisiensi jenis pekerjaan.

4.             Dispute (Sengketa)
Hasil gambar untuk studi kasus sengketa tanahPenyelesaian sengketa adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan antara salah satu pihak dengan pihak yang lainnya. Penyelesaian sengketa terdiri dari dua cara yaitu melalui litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan). Dalam proses penyelesaian sengketa melalui litigasi merupakan sarana terakhir (ultimum remidium) bagi para pihak yang bersengketa setelah proses penyelesaian melalui non litigasi tidak membuahkan hasil. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, penyelesaian sengketa melalui non litigasi (luar pengadilan) terdiri dari 5 cara yaitu:
  1. Konsultasi: suatu tindakan yang dilakukan antara satu pihak dengan pihak yang lain yang merupakan pihak konsultan
  2. Negosiasi: penyelesaian di luar pengadilan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis
  3. Mediasi: penyelesaian melalui perundingan untuk mencapai kesepakatan di antara para pihak dengan dibantu oleh mediator
  4. konsiliasi: penyelesaian sengketa dibantu oleh konsiliator yang berfungsi menengahi para pihak untuk mencari solusi dan mencapai kesepakatan di antara para pihak.
  5. Penilaian Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya.
Analisis studi kasus sengketa di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo oleh Meidiasari Amalia Nur Handini. Penelitian ini mengkaji dan menjawab mengenai tata cara atau prosedur dan model mediasi penyelesaian sengketa tanah di Kantor Pertanahan. Tanah sebagai sumber daya alam yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia di Indonesia masih jumlahnya tidak bertambah atau tetap namun penggunaannya yang bertambah dan membuat nilai harga tanah juga ikut naik sehingga seringkali menimbulkan konflik. Oleh karena itu diperlukan penyelesaian secara tuntas salah satunya melalui mediasi yang putusannya tidak ada pihak yang kalah ataupun menang atau biasa disebut penyelesaian secara win – win solution sehingga tercipta keadilan diantara para pihak.
Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa prosedur atau tata cara mediasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan untuk menyelesaikan sengketa tanah dimulai dengan pemanggilan para pihak secara terpisah, kemudian dilakukan pemeriksaan lapangan untuk memperoleh kebenaran data, selanjutnya para pihak dipertemukan untuk mencari jalan keluar dari sengketa tanah tersebut. Prosedur mediasi yang dilakukan Kantor Pertanahan tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan Pasal 6 sampai dengan Pasal 42. Sidang mediasi yang dilakukan Kantor Pertanahan terdiri dari 3 (tiga) kali sidang dengan pendekatan persuasif dimana para pihak dipanggil secara terpisah terlebih dahulu kemudian dipanggil bersama dalam sidang terakhir untuk menyelesaikan permasalah. Mediasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan merupakan penyelesaian sengketa secara non litigasi dengan pendekatan persuasif yang berdasarkan pada prinsip keadilan.


Daftar Pustaka:
eprints.ums.ac.id

Nama : Shafarani Dwi Utami
NPM  : 16316957
Universitas Gunadarma