Pokok Bahasan :
1.
Aspek Hukum Dalam Industri Jasa Konstruksi
Di Indonesia
2.
Kontrak Fidic
3.
Klaim Kontrak
4.
Dispute (Sengketa)
Definisi
Bahasan :
1.
Aspek Hukum Dalam Industri Jasa Konstruksi
Di Indonesia
Industri jasa konstruksi adalah
industri yang mencakup semua pihak yang terkait dengan proses konstruksi,
termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi dan juga para pemasok yang
bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam industry.
Jasa
konstruksi adalah jasa yang menghasilkan prasarana dan sarana fisik. Jasa
tersebut meliputi kegiatan studi, penyusunan rencana teknis/rancang bangun,
pelaksanaan dan pengawasan serta pemeliharaannya. Prasarana dan sarana fisik
merupakan landasan pertumbuhan sektor-sektor dalam pembangunan nasional,
termasuk di sektor pertambangan, serta jasa konstruksi berperan pula sebagai
penyedia lapangan kerja, maka jasa konstruksi penting dalam pembangunan
nasional.
Untuk melakukan kegiatan proyek atau dan manufaktur di bidang konstruksi
di Indonesia dikenal badan hukum atau
badan usaha dalam bentuk perseroan Terbatas (PT), firma, dan CV. Firma adalah badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang
dengan menggunakan nama bersama. Perseroan
Komanditer (CV) adalah persekutuan yang
didirikan oleh beberapa orang yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk
dipakai dalam persekutuan. Perseroan
Terbatas (PT) adalah suatu badan usaha yang
mempunyai kekayaan hak, serta ke1ajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan,
hak serta ke1ajiban para pendiri maupun para pemilik.
2.
Kontrak Fidic
The
International Federation of Consulting Engineers,
lebih dikenal sebagai FIDIC, dibentuk pada 1913, di Belgia. Hari ini, FIDIC
adalah badan perwakilan internasional terbesar global yang terbentuk dari
asosiasi nasional insinyur konsultasi, yang berasal dari lebih dari 100 negara
di seluruh dunia. Semua Kontrak FIDIC
memiliki fitur umum tertentu dan mengakui perlunya pendekatan yang seimbang
antara peran dan tanggung jawab pihak yang terlibat, serta alokasi seimbang dan
manajemen risiko. Semua dari mereka terdiri dari Syarat Umum Kontrak yang (“GCC”),
yang dianggap cocok dalam semua kasus, dan Ketentuan khusus Kontrak (“PCC”),
di mana para pihak dapat menentukan isu-isu spesifik proyek atas dasar kasus
per kasus.
Semua Kontrak FIDIC juga termasuk aturan
untuk adaptasi jumlah kontrak yang telah disepakati dan aturan untuk
perpanjangan waktu untuk penyelesaian dan variasi prosedur.
kebanyakan
bentuk FIDIC menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa multi-tier. Tergantung
pada jenis kontrak FIDIC, metode yang paling umum-digunakan untuk penyelesaian
sengketa adalah empat langkah: pertama, keputusan Direksi Pekerjaan, yang agen
Majikan mengelola proyek konstruksi; kedua, keputusan Direksi Pekerjaan dapat
direvisi oleh Dewan Sengketa Ajudikasi (“COLEK”), yang
merupakan panel independen ahli satu atau tiga konstruksi yang mengeluarkan
keputusan mereka; ketiga, pihak harus berusaha penyelesaian damai sengketa
mereka; dan, akhirnya, obat terakhir adalah untuk sengketa untuk diselesaikan
dengan mengikat arbitrase atau pengadilan nasional, tergantung pada kesepakatan
para pihak dalam Kondisi khusus Kontrak.
3.
Klaim Kontrak
Klaim konstruksi adalah
permohonan atau tuntutan yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan
suatu pekerjaan jasa konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa atau
antara penyedia jasa utama dengan sub – penyedia jasa atau pemasok bahan atau
antara pihak luar dengan pengguna jasa / penyedia jasa yang bisaanya mengenai
permintaan tambahan waktu, biaya atau kompensasi lain.
Menurut
Robert D Gilbreath, unsur-unsur klaim konstruksi tersebut adalah:
·
Tambahan upah, material, peralatan,
pengawasan, administrasi, overhead dan waktu.
·
Pengulangan pekerjaan
(bongkar/pasang).
·
Penurunan prestasi kerja.
·
Pengaruh iklim.
·
Mobilisasi dan Re-mobilisasi. Salah
penempatan peralatan.
·
Penumpukan bahan.
·
Efisiensi jenis pekerjaan.
4.
Dispute (Sengketa)
Penyelesaian sengketa adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan
antara salah satu pihak dengan pihak yang lainnya. Penyelesaian sengketa
terdiri dari dua cara yaitu melalui litigasi (pengadilan) dan non litigasi
(luar pengadilan). Dalam proses penyelesaian sengketa melalui litigasi
merupakan sarana terakhir (ultimum remidium) bagi para pihak yang
bersengketa setelah proses penyelesaian melalui non litigasi tidak membuahkan
hasil. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, penyelesaian sengketa melalui
non litigasi (luar pengadilan) terdiri dari 5 cara yaitu:
- Konsultasi: suatu tindakan yang dilakukan antara satu pihak dengan pihak yang lain yang merupakan pihak konsultan
- Negosiasi: penyelesaian di luar pengadilan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis
- Mediasi: penyelesaian melalui perundingan untuk mencapai kesepakatan di antara para pihak dengan dibantu oleh mediator
- konsiliasi: penyelesaian sengketa dibantu oleh konsiliator yang berfungsi menengahi para pihak untuk mencari solusi dan mencapai kesepakatan di antara para pihak.
- Penilaian Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya.
Analisis studi kasus sengketa di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo oleh
Meidiasari Amalia Nur Handini. Penelitian
ini mengkaji dan menjawab mengenai tata cara atau prosedur dan model mediasi
penyelesaian sengketa tanah di Kantor Pertanahan. Tanah sebagai sumber daya
alam yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia di Indonesia masih
jumlahnya tidak bertambah atau tetap namun penggunaannya yang bertambah dan
membuat nilai harga tanah juga ikut naik sehingga seringkali menimbulkan
konflik. Oleh karena itu diperlukan penyelesaian secara tuntas salah satunya
melalui mediasi yang putusannya tidak ada pihak yang kalah ataupun menang atau
biasa disebut penyelesaian secara win – win solution sehingga tercipta keadilan
diantara para pihak.
Dari
hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa prosedur atau tata
cara mediasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan untuk menyelesaikan sengketa
tanah dimulai dengan pemanggilan para pihak secara terpisah, kemudian dilakukan
pemeriksaan lapangan untuk memperoleh kebenaran data, selanjutnya para pihak
dipertemukan untuk mencari jalan keluar dari sengketa tanah tersebut. Prosedur
mediasi yang dilakukan Kantor Pertanahan tidak bertentangan dengan Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan Pasal 6
sampai dengan Pasal 42. Sidang mediasi yang dilakukan Kantor Pertanahan terdiri
dari 3 (tiga) kali sidang dengan pendekatan persuasif dimana para pihak
dipanggil secara terpisah terlebih dahulu kemudian dipanggil bersama dalam
sidang terakhir untuk menyelesaikan permasalah. Mediasi yang dilakukan oleh
Kantor Pertanahan merupakan penyelesaian sengketa secara non litigasi dengan
pendekatan persuasif yang berdasarkan pada prinsip keadilan.
Daftar Pustaka:
eprints.ums.ac.id
Nama : Shafarani Dwi Utami
NPM : 16316957
Universitas Gunadarma